Bagiwisatawan yang membawa mobil pribadi, kedua rute tersebut tidak ada bedanya, karena jika ditempuh dari Surabaya jaraknya hampir sama. Namun bagi wisatawan yang menggunakan angkutan umum, disarankan untuk memilih rute Banyuwangi, karena moda transportasi menuju Paltuding lebih lengkap dan lebih banyak. Jarak antara Paltuding ke Kawah
Kamimelangkah ke luar mobil, kami ditampar oleh suhu dingin yang membeku. Dengan suhu sekitar 10 ° C dan bagian atas meja, saya tidak yakin saya bisa melakukan pendakian ini. Meskipun demikian, saya mendapat pakaian dan perlengkapan tambahan yang diambil dari pemandu kami dan mulai 3 km ke puncak Kawah Ijen.
kawahijen bisa ditempuh 1,5 jam dari banyuwangi menggunakan motor dan mobil tidak perlu menggunakan jeep. menggunakan mobil antara 450-600 ribu pulang pergi tergantung nego. berhati-hatilan ketika treking di kawah ijen jalanan banyak berpasir dan berdebu sehingga sedikit menyulitkan namun pemandangan yang luar biasa. trekking blue fire tidak perlu guide karena banyak orang dan jalan hanya
Pilihantransportasi selanjutnya yaitu naik mobil pribadi ke Banyuwangi dengan total perjalanan antara 7-8 jam dari Surabaya. Biaya bahan bakar sekitar Rp. 500.000,- pulang pergi dan belum biaya tol. Kalau sekeluarga naik mobil pribadi tentu lebih murah dibandingkan ikut travel.
Gunungijen dengan ketinggian 2.386 mdpl yang terkenal dengan fenomena alam blue fire yang berada di dalam danau kawahnya sedalam 200 meter dan luas sekitar 5.466 Hektar. Untuk bisa menikmati keindahan alam blue fire kawah ijen setiap pengunjung harus melakukan pendakian malam dimulai jam 12.00 - 02.00 WIB karena durasi waktu perjalanan yang
PersiapkanPeralatan, Perlengkapan dan Makanan Secukupnya. Pada tips penting sebelum mendaki kawah ijen sudah dijelaskan kalau ingin menikmati pemandangan alam di Ijen, traveller harus benar-benar menyiapkan fisik. Di samping fisik, harus ada juga perlengkapan dan peralatan yang mendukung. Karena cuaca dingin yang cukup ekstrim kamu harus
Kamimemutuskan untuk mengurangi rombongan, bawa satu mobil saja, dan dipilih orang2 yang berani mati *halah* hehehehe. Kami tetap berangkat ke ijen, dengan optional kalo ga bisa masuk ijen, ya sudah mlipir ke bromo atau pulau sempu. Toh, deket2 ini. Rencana awal berangkat sabtu pagi berubah menjadi jumat malam jam 23.00.
sempat berkunjung ke Kawah Ijen pada Kamis (12/5/2022). Jika hendak naik kendaraan pribadi menuju Kawah Ijen, berikut beberapa tipsnya: 1. Berangkat maksimal pukul 01.00 WIB Petugas
sempat berkunjung ke Kawah Ijen pada Kamis (12/5/2022). Jika hendak naik kendaraan pribadi menuju Kawah Ijen, berikut beberapa tipsnya: 1. Berangkat maksimal pukul 01.00 WIB Petugas Snooze Hostel tempat Kompas.com menginap bernama Dinda mengatakan, kebanyakan tamu yang berangkat ke Ijen berangkat pukul 01.00 WIB.
Pagimenuju ke Kawah Ijen, kami tidak berhenti di Paltuding, melainkan lanjut ke Kawah Wurung. Jam 4 sore, kami turun dari Kawah Wurung menuju Paltuding. Saat itu parkiran Paltuding terlihat sepi, hanya terlihat dua mobil terparkir dengan beberapa motor milik petugas.
Jikatingkat keasaman atau PH kawah di bawah 0,5 maka menunjukkan kawah sangat asam. Kawah dengan tingkat keasamana tinggi dapat melarutkan logam hingga berwarna cerah. Warna yang muncul dari Kawah Ijen karena kandungan logam di dalam kawah menyerap gelombang cahaya tertentu sehingga pengunjung melihat warna yang dipantulkan.
Zbhzt. Destinasi wisata Banyuwangi yang paling banyak diminati oleh para wisatawan domestik dan mancanegara adalah Kawah Ijen atau Ijen Crater. Wisata alam ini menyajikan pemandangan alam yang sangat menawan dan perlu ditempuh dengan pendakian yang cukup Gunung Ijen 2368 mdpal ini akan memberikan Anda sudut pandang luas terhadap bumi dan laut yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Bahkan, Anda bisa melihat keindahan matahari terbit atau sunrise dengan spot yang bisa Anda temui di Gunung Ijen ini adalah sunrise of java matahari terbit pulau Jawa, Kawah Ijen, dan Blue Fire api biru. Selain itu Anda juga akan melihat aktivitas para penambang belerang yang naik-turun gunung untuk membawa belerang dengan cara dipikul/dijinjing dan didorong dengan gerobak. Beberapa wisatawan menganggap ini adalah “pekerjaan gila”.Untuk memulai wisata ke Kawah Ijen, paling mudah Anda datang ke kota Banyuwangi terlebih dahulu. Anda bisa gunakan angkutan Bus Umum, Kereta Api, Pesawat Terbang, ataupun travel antar kota. Sesampainya di Banyuwangi, Anda harus menuju ke Pos Paltuding parkiran lereng Gunung Ijen dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari Kota Pos Paltuding disini, Anda bisa langsung mulai pendakian ke puncak Gunung Anda memerlukan armada atau mobil untuk jalur menuju ke Pos Paltuding dari Banyuwangi Kota, kami siap melayani jasa rental mobil atau carter mobil atau sewa mobil pribadi ke Kawah Ijen beserta MOBILFASILITASHARGAToyota Avanza dsj– Mobil, BBM, Driver – Jam 0000 s/d 0900 WIB – Start Banyuwangi KotaRp Innova dsj– Mobil, BBM, Driver – Jam 0000 s/d 0900 WIB – Start Banyuwangi KotaRp Elf Short– Mobil, BBM, Driver – Jam 0000 s/d 0900 WIB – Start Banyuwangi KotaRp Hiace / Elf Long– Mobil, BBM, Driver – Jam 0000 s/d 0900 WIB – Start Banyuwangi KotaRp harus menyertakan driver? Karena medan jalan ke Pos Paltuding sangat sulit, harus driver berpengalaman yang mengantarkan Anda guna keselamatan siap menjemput Anda di penginapan atau hotel tempat Anda singgah. Lalu kami antar ke Pos Paltuding dan dimulai jam berapapun. Tapi umumnya ke wisatawan yang hendak ke Kawah Ijen berangkat pukul 0000 WIB tengah malam dari Banyuwangi kota agar bisa menikmati keindahan Blue Fire pada kisaran jam 0300 – 0500 WIB juga bisa bantu menyiapkan tim guide selama perjalanan pendakian!!! Bagikan informasi ini kepada teman atau kerabat Anda
Perjalanan ke Kawah Ijen memberi banyak pembelajaran. Tentang keberuntungan, dan juga peringatan. Ternyata benar, traveling memang tak sekadar destinasi. Dekat maupun jauh, sederhana maupun mewah, saya rasa setiap perjalanan punya makna dan pelajarannya masing-masing. Sebuah perjalanan mengunjungi Kawah Ijen yang terletak di timur pulau Jawa, seakan mengajarkan saya untuk kembali tahu diri agar tak pernah sekalipun meremehkan alam. 1. Setiap Tempat Berbeda Punya Keistimewaan, Sekaligus Risikonya Masing-Masing Saya kira, mengunjungi Kawah Ijen, sama seperti mengunjungi gunung-gunung wisata lainnya. Sebut saja Gunung Merapi, wisata Kawah Putih, Gunung Tangkuban Perahu, puncak Sikunir, atau Gunung Bromo. Tak perlu effort berlebih menaiki setapak demi setapak jalan dengan wajah riang-gembira, sambil sesekali melakukan selfie-wefie-famfie, etc. Teman saya bahkan berkata, tak ada trekking yang berarti. “Cuma dua jam, kok. Habis itu, sampai.” Apalagi, bapak-bapak penjual kopi setempat juga mengatakan hal yang sama. “Ah, dekat itu, Mbak. Track-nya juga jelas.” Ingatan pernah beberapa kali menjamah gunung pun rupanya membuat saya menganggap setiap tempat sama. Tapi ternyata, segala anggapan remeh itu memadai biang kekacauan saat pendakian. Lima belas menit pertama, napas saya tersengal. Sinyal yang memberi pertanda, ada yang tak beres dengan tubuh. Saya rapatkan jaket tebal, pun juga sarung tangan serta kaus kaki yang membungkus erat badan. Saya berasumsi; palinglah karena suhu dingin. 2. Apa Pun Medannya, Persiapan Tetap Diperlukan Bau basah memenuhi udara. Gerimis membuat saya beserta rombongan lain khawatir. Akankah malam ini dingin, mengingat kami tak punya tempat bermalam lain, selain mobil elf dengan kursi yang jumlahnya pas-pasan? Namun rupanya, kekhawatiran segera bisa ditepis, sebab saya justru melega, sepasang kaus kaki dan sarung tangan yang saya bawa sekenanya, sebab dipersiapkan secara mendadak, justru tak butuh teman pelapis. Saya yang kadung meremehkan bahwa perjalanan ini pastilah berlangsung aman justru membuat kesalahan fatal setelahnya tak cukup tidur, tanpa sarapan, dan cuma menyantap semangkuk mie instan di malam hari. Belum lagi, saat perjalanan berangkat, kondisi badan rupanya enggan diajak kompromi. Melihat blue fire yang tersohor itu sedang memercik dengan indahnya—membuat khayalan saya mengawang ketika di perjalanan. Masalahnya, karena dadakan, saya belum sempat browsing—cek lokasi. Sementara sebentar-sebentar saya sibuk beristirahat ngos-ngosan, gerombolan bule di belakang saya menyusul, lalu dengan santainya mendaki sambil memakai kaus tanpa lengan. 3. Perjalanan Akan Mengenalkanmu Pada Beragam Tipe Asli Orang Kenali, Jangan Menghakimi Tak sabar, rombongan saya satu per satu mulai meninggalkan. Sebelum mendaki, kami memang dibagi ke dalam beberapa kelompok. Saya yang mendadak harus ke kamar mandi—apalagi dalam situasi toilet mengantre—pun harus rela ditinggalkan dan jadi rombongan terakhir. Namun belum habis masa 30 menit pertama, konsep rombong-merombong, kelompok-berkelompok, bubar sudah. Kami yang sebelumnya memang tak saling mengenal terpencar. Ada yang tak sabar lalu naik sendiri atau berdua. Ada yang tertinggal di belakang, semacam saya, ada pula yang jadi penyelamat dengan menunggu yang tertinggal, lalu naik bersama-sama. Saya sendiri pasrah. Toh saya juga tidak kenal-kenal amat. Beberapa teman—yang kebetulan adalah seorang pejalan—pernah berkata “kalau kamu ingin mengenal karakter asli orang, siapa orang itu sebenarnya, ajak dia naik gunung.” Sebuah ungkapan yang telanjur judgemental memang. Sebab, menurut saya, ada banyak sebab yang mengakibatkan seseorang harus berada dalam kondisi tersebut. Mungkin saja, mereka punya tenggat, semacam target waktu pencapaian demi menakhlukan diri sendiri. Mungkin saja, dalam diri mereka ada hasrat yang menggebu-gebu untuk sampai di puncak. Atau mungkin, kecepatan berjalan mereka ya, memang sudah dari sananya secepat itu. Maka saya pun ikhlas-ikhlas saja melihat satu per satu rombongan mulai meninggalkan. Malah, saya menganjurkan agar mereka meninggalkan saya, sebab sudah kepalang tak tega jika harus membiarkan mereka mengikuti saya. Tetapi dengan alon-alon asal kelakon, menapaklah saya satu-satu. Beberapa teman, yang saya kenal mendadak, dengan sabar menunggu saya. Ada pula yang menuntun, pelan-pelan. Akibatnya, saking tak enak-nya, sibuklah saya mengecek waktu. Sebentar-sebentar saya tanya jam, lalu segera panik begitu jam menunjuk angka empat pagi, padahal katanya baru separuh jalan. Jadilah sibuk saya meminta maaf, lalu terkadang mengusir para relawan baik hati sedari tadi sibuk menunggu untuk lebih dulu berjalan, melihat blue fire idaman yang katanya cuma ada dua tempat di dunia Islandia dan Banyuwangi, Indonesia. Antisipasi kalau-kalau, waktu tidak memungkinkan dan akhirnya mereka gagal sampai tepat waktu. 4. Apa pun Kondisinya, Selalu Ada Cara Untuk Membuat Diri Termotivasi Pukul lima kurang seperempat—makin paniklah saya. Orang yang bersama saya, tinggal satu orang. Sisanya menghilang. Tak lama, seorang pengangkut belerang berjalan sejajar. Iseng, saya bertanya tentang seberapa jauh perjalanan. “Wah, tinggal sebentar lagi kok, Mbak. Paling lima belas sampai setengah jam lagi,” katanya enteng. “Oh,” jawab saya pendek, sependek-pendeknya, lalu tiba-tiba merutuki kebodohan saya yang punya prinsip nggak lagi-lagi bertanya sama orang lokal. Jawabannya pasti “dekat”, “sebentar lagi”, padahal jauhnya bisa nggak ketulungan. Tetapi rasa pesimis saya mendadak kalah saat saya tanya bapak pengangkut belerang tentang bobot belerang yang biasanya ia bawa. “Ini cuma tiga puluh kilo, Mbak. Biasanya, bisa enam puluh sampai delapan puluh kilo,” katanya santai. Saya langsung kaget. Tiga puluh kilo itu setara bobot adik kecil saya dua tahun lalu. Dalam sehari, mereka bisa bolak-balik, naik-turun hingga 3-4 kali. Karenanya, saya pun termotivasi untuk berjalan cepat-cepat. Semakin cepat, semakin baik. 5. Terkadang, Apa yang Ingin Kita Capai Tak Selamanya Muncul Utuh di Depan Mata, Bila Tidak Ikhlaskanlah. Selalu Ada Sisi Baik yang Bisa Diambil dari Setiap Hal Kira-kira pukul setengah enam pagi, sampailah saya di puncak. Hawa dingin langsung menusuk kulit, karena rupanya angin bertiup kencang sekali. Saya yang semula melepas segala perlengkapan dingin mulai dari kupluk dan sarung tangan, buru-buru mengenakannya lagi. Dari kejauhan seorang teman menghampiri saya. Ia masuk dalam kloter pertama, sudah pasti sampai lebih dahulu. Tetapi dengan raut wajah kecewa ia melenyapkan antusiasme saya. “Blue fire-nya kecil banget, kayak api kompor.” “Oh, yasudahlah, mau gimana lagi?” Saya yang sudah lemas, makin lemas. Seorang teman menghibur. “Yasudah, kita bisa keliling-keliling dulu. Bagus banget, nih.” Sebuah kawah berwarna hijau-kebiruan terbentang luas di hadapan saya. Asap putih menyembul dari permukaannya. Orang bilang pakailah masker, belerangnya sangat menusuk. Tetapi, sedikit buntung di awal ternyata berbuah untung. Bau belerang yang menusuk ini tidak punya efek pada hidung saya yang banal, karena mampet sedari awal. Maka saya pun buru-buru sibuk naik undakan-undakan khas gunung yang mengitari saya, demi pemandangan indah dan berbeda dari ketinggian, sementara di sekeliling sibuk melakukan gerakan cepat mencopot masker saat berfoto, lalu buru-buru memakainya karena tidak tahan bau belerang. 6. Seberapapun Jauh Kamu Melangkah, Akan Selalu Ada Tangan-tangan Tak Terlihat yang Menjagamu Kira-kira pukul tujuh, saya memutuskan untuk turun. Pertama karena tidak tahan dingin. Kedua karena Matahari sudah cukup menyengat. Ketiga karena sudah puas. Rute turun, sama dengan rute naik. Hanya saja, saya cukup kaget saat tahu, jalur naik-turun ternyata tidak cukup luas, sementara jurang dalam dan lebar menganga di sebelah kiri. Rasa was-was kembali menyergap sebab saya jadi teringat, bahwa sejak pendakian, rupanya saya cenderung duduk istirahat di bebatuan atau gundukan kecil di bibir jurang. Kondisi gelap di awal pendakian membuat saya pikir perjalanan bakal aman-aman saja. Keberuntungan ke sekian hari ini. Cukup menyelamatkan bagi saya—pejalan super pemula yang lalai, merasa sudah cukup, lalu cenderung meremehkan. Bagaimana seandainya saya tidak hati-hati? Bagaimana jika di tengah jalan napas saya habis, di saat teman sekelompok justru meninggalkan? Semua pertanyaan itu membuat saya berpikir dan tersentil di tengah-tengah jalan turun. Dalam sebuah perjalanan naik dan turun gunung wisata yang sering kali terlihat remeh, dalam sebuah perjalanan hitungan dua-tiga jam, rupanya saya telah diingatkan. Semesta itu besar, ia luas dan tak berbatas. Sementara kita manusia, cuma berdiri kecil di tengah-tengahnya. Seperti debu yang bisa hilang dalam satu kibasan tangan, siapa kita berani merusak, lalu menantang angkuh seolah jadi yang paling kuat? 7. Alam Indonesia Memang Indah, Ironis Bila Justru Orang Luar yang Peduli Akan Hal Itu Foto oleh Claire Andre Peringatan selanjutnya muncul. Belum lama berjalan, pundak orang yang berjalan sejajar dengan saya, ditepuk dari belakangnya. Seorang pria bule, dengan nada sedikit marah, mencoba mengingatkan. Rupanya, orang itu baru membuang begitu saja satu botol air mineral yang sudah kosong isinya ke satu sisi jalan. Bule itu marah, lalu menyuruhnya memungut kembali sampahnya. Suatu hal yang cukup memalukan, mengingat orang lokal baru saja diingatkan oleh orang luar yang notabene, tidak memiliki suatu hubungan pun dengan alam Indonesia. Saya menengok. Orang itu berbicara kepada salah satu temannya ia pikir itu tempat sampah, sebab ada sampah serupa di sana. Tak jauh dari tempat ia membuang sampah, beberapa mural bertulis nama, inisial, hingga ucapan selamat menghiasi batu-batu besar di sisi kanan jalan. Saya membayangkan, si pria bule pastilah mengamuk jika melihat ini. Ya, ironis memang. Pria bule. Bukan orang Indonesia. 8. Jangan Meremehkan Alam Naik susah, turun pun susah. Sama seperti kemiringan tanah lumayan curam yang sanggup membuat detak jantung lebih cepat dan napas ngos-ngosan, turun dari Ijen tak bisa dianggap remeh. Seperti jalur naik yang terus menerus menanjak, bisa dibayangkan bagaimana jalur turunnya. Sebuah jalan setapak, di mana pengunjung harus benar-benar melewati turunan dari awal hingga akhir. Tak jarang, karena merasa lelah sekaligus menyiasati rasa lelah karena kaki jelas menjadi tumpuan badan, saya melihat banyak orang memilih berlari dengan risiko menabrak pohon atau justru jatuh berguling karena tidak mampu “ngerem”. Alhasil, kurang lebih dua jam perjalanan turun, telapak kaki, betis, dan lutut pun dibuat nyeri. Belum lagi panas menyengat yang rasa-rasanya membakar wajah. *** Sekitar pukul sembilan malam, akhirnya elf yang saya tumpangi sampai di rumah. Sehabis mandi dan bersih-bersih, saya menenggak satu tablet obat flu lalu tidur sepuasnya. Percayalah, dua hari setelahnya saya juga terpaksa beristirahat karena sakit dan menunda niat pelesiran saya sekian jenak. Kapok? Tentu saja tidak. Tapi yang jelas, saya akan persiapan dengan baik, dan jauh lebih berhati-hati di perjalanan berikutnya. *Tambahan Setelah agak sehat, sebetulnya saya sangat penasaran mengapa saya tidak bisa melihat blue fire yang sempurna. Setelah googling dan bertanya sana-sini, barulah saya mengerti, blue fire hanya bisa dilihat di malam hari, di mana pengunjung seharusnya sudah mendaki sejak pukul WIB. Tidak disarankan pula mengunjungi Ijen saat musim penghujan, selain nyalanya lebih terang saat musim kemarau, juga cukup rawan karena Kawah Ijen kerap kali mengelurkan gas beracun saat musim penghujan. Setelah mengetahui informasi ini, harus diakui saya sedikit menyesal karena mendadak memutuskan ikut trip tanpa persiapan. Blunder yang ke-sekian kalinya. Tapi ya sudahlah. Yang terpenting, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Toh, pergi ke suatu tempat bukan hanya tentang mengeksplorasi yang indah-indah saja, bukan? REKOMENDASI ARTIKEL KEREN PALING BARU
Pendahuluan Kawah Ijen adalah salah satu destinasi wisata yang terkenal di Indonesia. Terletak di daerah Banyuwangi, Jawa Timur, kawah ini terkenal dengan fenomena blue fire dan airnya yang berwarna biru. Untuk mencapai kawah ini, Anda dapat menggunakan kendaraan umum atau mobil pribadi. Namun, jika Anda memilih menggunakan mobil pribadi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Siapkan Kendaraan Persiapkan mobil Anda sebelum perjalanan. Pastikan kondisi mobil dalam keadaan baik dan layak jalan. Periksa kondisi ban, rem, kaca spion, dan lampu. Pastikan juga Anda membawa ban cadangan dan alat-alat darurat seperti kabel jumper dan obeng. Siapkan Bahan Bakar Pastikan mobil Anda memiliki bahan bakar yang cukup sebelum berangkat. Jika Anda khawatir kehabisan bahan bakar saat di jalan, pastikan Anda mengisi bahan bakar di pom bensin terdekat sebelum memulai perjalanan. Siapkan Peta atau Aplikasi Navigasi Sebelum berangkat, pastikan Anda telah menyiapkan peta atau aplikasi navigasi yang dapat membantu Anda menentukan rute perjalanan. Jangan mengandalkan insting atau mengikuti petunjuk jalan dari orang yang tidak Anda kenal. Pilih Waktu yang Tepat Pilih waktu yang tepat untuk perjalanan. Jika Anda ingin melihat fenomena blue fire, pastikan Anda berangkat sekitar pukul malam. Namun, jika Anda ingin menikmati pemandangan kawah pada siang hari, pastikan Anda berangkat sekitar pukul pagi. Pastikan Anda Dalam Kondisi Sehat Sebelum berangkat, pastikan Anda dalam kondisi sehat dan prima. Jangan memaksakan diri jika Anda merasa tidak enak badan atau lelah. Pastikan Anda membawa obat-obatan yang mungkin Anda butuhkan selama perjalanan. Siapkan Uang Tunai Jangan lupa untuk membawa uang tunai yang cukup untuk membayar tiket masuk ke kawah. Pastikan juga Anda membawa uang receh untuk membayar parkir dan biaya lainnya. Pastikan Anda Membawa Barang Penting Pastikan Anda membawa barang penting seperti kamera, jaket tebal, dan air minum. Jangan lupa membawa makanan ringan atau bekal jika Anda ingin menyantap makanan selama perjalanan. Perjalanan Menuju Kawah Ijen Perjalanan menuju kawah Ijen membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dari kota Banyuwangi. Anda akan melewati jalan yang berkelok-kelok di pegunungan dan melewati beberapa desa kecil. Pastikan Anda berkendara dengan hati-hati dan mengikuti rambu-rambu lalu lintas yang ada. Perjalanan di Kawah Ijen Setelah tiba di kawah Ijen, Anda harus berjalan kaki sekitar 3 km untuk mencapai kawah. Jangan lupa membawa jaket tebal karena suhu udara di kawah sangat dingin. Pastikan Anda mengikuti petunjuk jalan yang ada dan tidak meninggalkan jalur yang telah ditentukan. Fenomena Blue Fire Salah satu hal yang membuat kawah Ijen terkenal adalah fenomena blue fire. Fenomena ini terjadi karena gas belerang yang terbakar dan menghasilkan api berwarna biru. Fenomena blue fire hanya dapat dilihat pada malam hari sekitar pukul dini hari. Air Berwarna Biru Di kawah Ijen, Anda juga dapat melihat air berwarna biru yang sangat indah. Air ini terbentuk karena kandungan belerang yang tinggi. Namun, jangan mencoba untuk mandi atau minum air di kawah karena air tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. Keindahan Pemandangan Di kawah Ijen, Anda dapat menikmati keindahan pemandangan yang sangat indah. Anda dapat melihat kawah yang hijau, air biru, dan pegunungan yang menjulang tinggi. Pastikan Anda membawa kamera untuk mengabadikan momen yang indah ini. Pengalaman yang Tidak Terlupakan Mengunjungi kawah Ijen dengan mobil pribadi adalah pengalaman yang tidak terlupakan. Anda dapat menikmati keindahan alam yang luar biasa dan merasakan sensasi berjalan di kawah yang sangat indah. Pastikan Anda mempersiapkan diri dengan baik sebelum berangkat dan mengikuti petunjuk yang ada. Kesimpulan Mengunjungi kawah Ijen dengan mobil pribadi dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan. Namun, pastikan Anda mempersiapkan diri dengan baik dan mengikuti petunjuk yang ada. Jangan lupa untuk membawa barang penting seperti kamera, jaket tebal, dan air minum.
– Kawah Ijen merupakan obyek wisata yang kerap dijadikan destinasi utama oleh para wisatawan yang berkunjung ke Jawa Timur. Terlebih, wisatawan yang gemar berwisata alam dan fotografi. Destinasi tersebut memiliki keindahan yang unik dan menakjubkan. Berkat kelebihan ini, Kawah Ijen tidak hanya dikenal oleh wisatawan domestik, tetapi juga mancanegara. Sebelum pandemi Covid-19 merebak, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen bisa mencapai ribuan orang setiap satu pesona Kawah Ijen yang menjadi “sajian utama” bagi wisatawan adalah lidah-lidah api biru atau blue fire yang berkobar dari celah-celah batuan dinding kawah. Blue fire adalah fenomena alam unik yang terjadi akibat reaksi pembakaran belerang. Sebagai informasi, Kawah Ijen juga merupakan wilayah penambangan belerang. Karena berupa danau kawah aktif, Kawah Ijen kaya akan bebatuan belerang yang terbentuk dari aktivitas vulkanik Gunung Ijen. Baca juga Berburu Blue Fire di Gunung Ijen, Berikut Persiapan dan Tips yang Perlu Diperhatikan Gas belerang yang menguar dari celah bebatuan dinding kawah bersuhu tinggi hingga 600 derajat Celcius. Ketika bertemu dengan oksigen di udara, gas tersebut memunculkan penampakan seperti api berwarna biru. Fenomena alam ini hanya terjadi di Kawah Ijen dan di dapat menikmati keindahan blue fire, bahkan mengabadikannya dalam sebuah foto hanya dengan menggunakan smartphone. Namun, serangkaian upaya dan persiapan harus dilakukan terlebih dulu. Fotografer lanskap yang juga kontributor foto National Geographic Indonesia, Rendra Kurnia, memberikan beberapa tip mengabadikan blue fire menggunakan smartphone. Baca juga Menjelajah Gua Berlian, Gua Kapur Terluas Ketiga di Dunia yang Punya Interior Eksotis Belum lama ini, Rendra menerima penugasan untuk berburu foto low-light di kawasan Kawah Ijen. Tip dari Rendra merupakan hasil pengalamannya saat berburu foto low-light di kawasan Kawah Ijen dalam program Nawa Cahaya Capture Unique Lights of Indonesia yang diselenggarakan realme Indonesia dan National Geographic Indonesia. Program tersebut menantang delapan fotografer profesional, termasuk Rendra, untuk membuat karya fotografi bertema alam di kala kondisi minim cahaya menggunakan kamera realme 9 Pro+. Tip pertama adalah memperhitungkan medan dan waktu tempuh menuju lokasi blue fire. Blue fire hanya terlihat jelas pada dini hari hingga menjelang pukul WIB. Karenanya, wisatawan harus melakukan pendakian ke Kawah Ijen mulai pukul malam karena perjalanan hiking memakan waktu kurang lebih tiga jam.
ke kawah ijen dengan mobil pribadi